*DI TENGAH INOVASI DRONE, PETANI SIDOWARNO KLATEN BERJUANG HADAPI GAGAL PANEN AKIBAT SERANGAN TIKUS*
KLATEN—suaralintas.com–Sabtu 11 Oktober 2025 – Petani di Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, saat ini berada dalam periode kontras antara harapan modernisasi dan kenyataan pahit akibat serangan hama. Pada satu sisi, mereka menyambut baik penggunaan teknologi canggih; di sisi lain, mereka harus berjuang keras melawan serangan hama tikus yang masif.
*Adopsi Teknologi Drone Dorong Efisiensi*
Modernisasi pertanian di Sidowarno ditandai dengan dimulainya pengenalan penggunaan *drone* untuk penyemprotan tanaman padi. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara petani setempat dengan *PT Agro Mahasidha*, yang menargetkan peningkatan efisiensi dan produktivitas pada lahan seluas sekitar 45 hektar.
Kepala Desa Sidowarno, Jaka Sumarna, menyampaikan apresiasi besar atas inisiatif ini. Menurutnya, penggunaan drone adalah “langkah maju” yang krusial untuk mengatasi kendala pengelolaan lahan tradisional, termasuk masalah lahan yang sering tidak terkelola maksimal.
“Tidak mungkin teknologi pertanian itu tetap tradisional. Mesti harus modern, harus berkembang, harus maju,” ujar perwakilan dari PT Agro Mahasidha. Teknologi drone ini dinilai lebih cepat, lebih akurat, lebih merata, dan lebih efisien dari sisi biaya dibandingkan metode penyemprotan manual.
Selain padi, petani juga berhasil mengembangkan program penanaman kedelai di lahan seluas satu hektar dengan kualitas unggul, yang diharapkan dapat terus dikembangkan.
*11 Hektar Gagal Panen Akibat Hama Tikus*
Berbanding terbalik dengan semangat modernisasi, petani di Sidowarno tengah menghadapi serangan hama tikus yang menyebabkan kerugian signifikan. Dari total lahan yang dikelola Jaka Semarna dan kelompoknya yang mencapai 45 hektar, sebanyak *11 hektar* dipastikan mengalami gagal panen. Bahkan, sebagian lahan sudah harus ditanam ulang sebanyak dua kali karena serangan yang terus menerus.
Menanggapi krisis ini, para petani tidak menyerah dan memilih jalur tradisional yang melibatkan seluruh warga: *Gropyokan*. Gropyokan adalah gerakan pembasmian tikus secara gotong royong yang dilakukan secara berkelompok.
Pemerintah desa memberikan dukungan finansial dengan memberikan insentif sebesar *Rp1.500* untuk setiap ekor tikus yang berhasil dibasmi. Dalam satu kali aksi gropyokan, petani rata-rata berhasil menangkap antara 200 hingga 300 ekor tikus.
Meskipun demikian, tantangan utama adalah kecepatan perkembangbiakan hama tikus yang luar biasa. Selain gropyokan, petani juga mengerahkan berbagai upaya lain seperti menggunakan jaring dan teknik pengemposan untuk mengendalikan populasi hama.
Inisiatif drone dan upaya gropyokan ini menunjukkan dualisme perjuangan petani Sidowarno: berinovasi untuk masa depan yang lebih baik, sambil berjuang keras mempertahankan hasil panen dari ancaman hama yang tak henti
( WIWIT )