
Menanggapi penolakan tersebut, Agung Supardi tokoh masyarakat sekaligus mantan anggota DPRD Kabupaten Boyolali saat ditemui awak media di rumahnya sangat menyesalkan sikap Kades yang tidak bijak dalam memutuskan persoalan kemanusiaa, dan membuat aturan yang tidak bijak dengan mempersulit orang yang menderita kesusahan. Selain itu Tempat Pemakaman Umum Desa tersebut masih longgar dan banyak yang kosong.
“Itu kebijakan bukan peraturan. dan belum ada peraturan yang baku dan mengikat terkait Kuburan/TPU Desa di desa Ngesrep, seharusnya semua bisa dimusyawarahkan dan diselesaikan. Apalagi setiap dukuh atau dusun yang ada di desa Ngesrep punya makam (kuburan) masing-masing, bahkan ada warga Desa Ngesrep ketika wafat tidak dimakamkan di TPU di Desanya, malah memakamkan di TPU desa lain, seperti TPU Trocoban Desa Sobokerto Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali, biasanya warga Perumahan Panasan Baru dan warga Mangurejo yang mayoritas dimakamkan disitu. Juga ada warga Panasan Baru yang memilih dimakamkan di Makam AURI. Sedang warga dukuh lainnya sudah punya kuburan masing-masing, sehingga TPU Desa tersebut masih longgar dan banyak yang kosong, karena warga suka memilih tempat makam yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya, dan jarang yang mau ngubur disitu”, jelas Agung dengan nada sesal.
Selanjutnya, Agung berharap agar pihak desa dan pengelola makam bersikap bijak dan lebih mengedepankan rasa kemanusiaan karena menghadapi orang yang baru kesusahan. Dan kebijakan tersebut perlu dievaluasi agar kejadian itu tidak terulang lagi dikemudian hari.
“Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi dan kita perlu menghormati orang yang meninggal. Apalagi orang tua dan saudaranya juga dimakamkan disitu dan keluarganya juga tinggal di desa ini, seharusnya tidak perlu dipersulit, sebab fungsi makam itu sendiri adalah memberikan tempat peristirahatan terakhir bagi manusia, mengapa ditolak? Apakah makam tersebut hanya untuk orang-orang tertentu saja. Seharusnya tidak demikian, orang meninggal perlu mendapat tempat bersemayam yang layak selagi makam kosong. Terus TPU tersebut mau difungsikan untuk apa”, kilah Agung dengan nada tanya.
Semenatara ditempat terpisah, Dwi Prasetyo Atmojo ketika ditemui awak media menjelaskan, bahwa saat itu dia ditemui keluarga Wulan Ngarianto yang meminta tolong menemui Kepala Desa Ngesrep Joko Widodo untuk mengajukan permohonan ijin pemakaman adiknya di TPU Desa tersebut, dengan biaya berapapun bersedia sekaligus mencarikan tukang gali kuburnya. Dwi langsung ke rumah Kades karena rumahnya berdekatan, dan lagi juga tetangga se RT. Namun permohonan tersebut tidak diterima dengan mulus alias nihil, alasannya ada peraturan baru dan harus dimusyawarahkan serta mendapat persetujuan warga.
“Jawaban pak Lurah tidak jelas dan ngambang padahal saat itu saya butuh kepastian, sebab ini menyangkut soal jenazah. Pak Lurah mengatakan harus dimusyawarahkan dulu serta mendapat persetujuan warga. Saya heran yang disebut warga itu warga yang mana, dan jumlah yang hadir dalam musyawarah tersebut warga mana saja, dan harus berapa banyaknya. Apa saya dan warga Perumahan Panasan Baru ini tidak dianggap warga desa ini, sehingga tidak perlu diajak musyawarah. Apa musyawarah itu khusus untuk warga yang tempat tinggalnya dekat dengan kuburan saja. Padahal TPU tersebut adalah kuburan desa, bukan kuburan dusun (dukuh) yang tidak hanya milik warga desa yang berada dekat dengan kuburan tersebut saja. Kepala desa mengabaikan keberadaan saya dan warga Panasan Baru lainnya yang tidak dikategorikan warga untuk dilibatkan dalam musyawarah. Dan lagi kapan musyawarah tersebut berlangsung dan diputuskan, padahal jenazah harus dikubur secepatnya. Itu namanya berbelit-belit, mempersulit dan tidak adil ”, tutur Dwi dengan nada jengkel dan bertanya-tanya.
“Pada intinya ya ditolak, jadi gak usah bertele-tele dengan dalih peraturan ini, itu dan macam-macam yang bersifat pembodohan warga,. Jika menyangkut biaya keluarga siap berapapun besarnya ”, imbuh Dwi dengan nada tegas.
Senada dengan Dwi, salah seorang warga desa yang tempat tinggalnya dekat makam ketika dihungi awak media menyatakan keheranannya.
“Kuburan masih kosong aja kok gak boleh dipakai ngubur, mau dipakai ngubur siapa, seratus tahun lagi pun kuburan ini tidak akan penuh, sebab jarang warga sini yang ngubur disitu, masalahnya didesa ini banyak kuburan misalnya di dukuh Madoh ada 2 kuburan,, Gunungan kulon, Kebon agung, Tanjungsari, Ngesrep, Pungkruh”, tutur seorang warga yang enggan disebut namanya.
Sementara itu Ketua LUIS ( Laskar Umat Islam Surakarta) Edy Lukita, SH ketika ditemui terpisah di rumahnya di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali menilai penolakan tersebut sangat berlebihan dan ironis sekali, seperti tidak ada solusi terbaik.
“Kuburan samping rumah saya ini tidak ada aturan harus warga setempat, warga manapun boleh dimakamkan disini. Ini tanah milik Allah bukan, milik desa maupun milik perorangan. Jadi tidak dan ada larangan bagi siapapun yang pulang ke rahmatullah dimakamkan disini. Silahkan warga manapun diperbolehkan, tidak akan ditolak pasti diizinkan, kuburan itu untuk umum dan orang meninggal harus secepatnya dikubur. Orang sudah susah, jangan malah ditambahi kesusahan”, jelas Edy dengan tegas.
Kuburan merupakan tempat peristirahan terakir bagi orang yang sudah meninggal. Oleh karena itu ketika kelurga yang ditinggalkan berusaha memberikan tempat terakhir sesuai yang diwasiatkan oleh yang meninggal adalah hal yang wajar.
Lokasi Makam.

Barangkali perlu dicatat dan diketahui untuk membuktikan kebenaran jika keberadaan TPU desa tersebut masih longgar dan baru ada sedikit penghuninya, dengan kata lain masih banyak yang kosong, dan lokasinya juga luas.
Keberadaan makam atau kuburan desa tersebut terletak persis di sebelah selatan MTsN ( Madrasah Tsanawiyah Negeri). Jika ditempuh dari arah timur, ada jalan ke arah waduk cengklik, persis pertigaan jalan ke MTsN belok kiri atau keselatan sekitar 200 meter ada Timbunan Pasir yang menggunung. Sebelah Barat Pas Timbunan Pasir itulah keberadaan Makam atau Kuburan Desa tersebut. Tanah yang digunakan untuk menimbun Pasir tersebut adalah tanah Kas Desa. Entah milik siapa pasir tersebut.

Hasil investigasi tim awak media menjelaskan, bahwa pasir tersebut sudah lama ditimbun disitu, semula menggunung dan sekarang mulai berkurang karena ada indikasi bisnis. Pasir tersebut milik seseorang, dan menyewa tanah kas desa digunakan menampung pasir tersebut.(Redaksi)