www.suaralintas.com || Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan. Menurut pasal 9 UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 menyebutkan, setiap orang berkewajiban untuk ikut mewujudkan, mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Dan di dalam Pasal Undang-Undang mengatakan kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkans setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sesuai pasal 2 UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit yang menyatakan rumah sakit mempunyai fungsi sosial, maka rumah sakit harus bertanggung jawab menyehatkan masyarakat.
Sakit itu menderita, tak pandang ia kaya atau miskin. Padahal setiap orang tak suka sakit apalagi menderita. Bagi orang kaya, habis uang banyak tidak menjadi problem, asal sembuh dari sakit. Namun bagi orang miskin yang menderita sakit, lantas gimana padahal sekarang ini biaya pengobatan di rumah sakit cenderung mahal, yang kemungkinan besar, tidak terjangkau untuk orang miskin.
Kesehatan masih merupakan permasalahan bagi rakyat miskin. Program Jamkesmas atau Gakin belum optimal yang membuat masih adanya sebagian rumah sakit menolak pasien miskin, karena kartu jamkesmas, kurang ini dan kurang itu, banyak alasan yang dipermasalahkan atau di cari-cari.
Dana, tenaga, dan peralatan medis atau hal-hal lainnya dijadikan penyebab kurangnya atau hilangnya perawatan kesehatan terhadap orang miskin yang menderita sakit.
Diskriminatif memang, jika ada orang kaya dan penguasa atau pejabat sakit, secepatnya pelayanan kesehatan di nomor satukan.
Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan pemberitaan tentang wali kota solo FX Hadi Rudiyatmo waktu masih menjabat, merasa berang terkait pelayanan kesehatan terhadap salah seorang warga yang mengeluhkan pelayanan perawatan kesehatan adiknya yang sakit akibat tabrak lari yang dirawat di Rs. Dr. Moewardi. Hingga Mencapai biaya Rp 70 juta. Keluarga penderita sakit mengeluhkan program kesehatan bagi warga miskin tidak berjalan.
Terlepas itu warga solo atau tidak, dan terlepas pula bentuk sakit yang diderita itu akibat tabrakan atau tidak, yang jelas pelayanan kesehatan di rumah sakit itu dinilai mahal bagi orang miskin. Dan intinya orang miskin tidak boleh berobat ke rumah sakit, jika perlu orang miskin tidak boleh sakit nanti merepotkan rumah sakit.
Masalah mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit ataupun dokter-dokter praktek, akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam. Maka tidak berlebihan jika tudingan komersialisasi di bidang kesehatan pun terjadi. Sehingga fungsi sosial rumah sakit terabaikan, maka tak heran jika pemodal asing tergiur untuk andil menanamkan modalnya bagi pembangunan rumah sakit di negeri ini.
Menyadari bahwa biaya rumah sakit terlalu mahal maka ada kecenderungan warga masyarakat kurang mampu atau berekonomi lemah untuk berobat ke dukun.
Selain itu harus diakui sering terjadi bahwa pelayanan kesehatan Modern sudah biayanya mahal juga terjadi kegagalan memenuhi fungsinya secara efektif sehingga pasien tidak membaik sembuh bahkan malah terjadi kematian.
Yang jelas biaya pengobatan yang mahal di rumah sakit sangat dikeluhkan oleh masyarakat merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi masyarakat memilih cara pengobatan yang paling murah dan cepat sembuh tak lain adalah ke dukun.
Tidak mengada-ada bahwa peranan dalam menunjang pembangunan di bidang kesehatan, dukun di akui WHO. Untuk itu kita tak perlu alergi kepada dukun, sebab di dalam menolong pasiennya dikerjakan sungguh-sungguh.
Harus diakui dalam masyarakat kita nampaknya ada dua arus pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan kesehatan modern yang dilakukan secara formal dan pelayanan kesehatan informal yaitu pelayanan kesehatan dilakukan secara tradisional, yang tidak memiliki legitimasi seperti dikenakan kepada pelayanan kesehatan modern dengan sertifikasi dan izin formal.
Kebijakan pemerintah terhadap pelayanan kesehatan tradisional hanya bagi pelayanan terhadap dukun terbuka bagi, tukang pijat dan obat-obatan.
Namun masyarakat masih juga mencari alternatif lain dari pelayanan kesehatan tradisional yakni perdukunan.
Dukun sering dipojokan dengan isu yang serba negatif, namun nyatanya pelayanan dukun masih tetap merupakan tawaran bagi para pasien yang merasa gagal dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau dokter atau terlalu mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit dan dokter. Akibatnya pelayanan kesehatan dukun masih tetap ramai dikunjungi oleh warga masyarakat yang mampu maupun miskin.
Oleh : Ngar