

www.suaralintas.com || Kendati sudah tujuh tahun terlewati sejak kematian siti yati, yakni 5 Mei 2017 salah seorang warga Kampung Sidoharjo Kelurahan Cepu kecamatan cepu kabupaten Blora, namun hingga sekarang kematiannya itu masih merupakan teka-teki, khususnya bagi pihak keluarga yang ditinggalkan, maupun warga terdekat. Sebab mereka masih bersikukuh dan meyakini jika almarhumah meninggal bukan lantaran kematian yang sewajarnya. Sebagaimana diberitakan Majalah Lintas pada Edisi 113, 118 dan 121 bahwa, sejumlah warga Kampung Sidoarjo Cepu Kabupaten Blora masih memperbincangkan kematian salah seorang warganya yang bernama Siti Yati. Kematian Ibu Siti Yati dianggap misterius yang diliputi teka-teki. Meskipun ada sebagian warga yang mengatakan bahwa Ibu Siti Yati meninggal akibat terjatuh. Namun pendapat itu ditepis oleh keraguan dari posisi tubuh mayat, sebab jika terjatuh mengapa tidak tergeletak di lantai, dan mengapa pula tubuh mayat dalam posisi tengkurap di atas bak bibir kamar mandi yang airnya tinggal sedikit.
Selain itu, ada pula warga yang menduga dan mengatakan dengan terang-terangan melalui ponsel SMS ke pihak keluarga dan Wartawan Lintas, jika kematian Ibu Siti yati itu ada indikasi kuat andilnya pihak atau orang lain sebagai penyebabnya, yakni ada dugaan dibunuh. Pernyataan itu disertai alasan-alasan kuat dan bukti-bukti pendukung.
Kesimpangsiuran itu membuat warga setempat dan pihak keluarga bertambah penasaran, apalagi mayat Ibu Siti Yati ditemukan dalam kondisi yang sudah berbau, dan barang-barang seisi rumah baik berupa pakaian, meja- kursi maupun lain-lainnya berantakan tidak karuan, tercecer berserakan di lantai. Seperti ada tangan jahil yang sengaja mengacak-acak dan memporak-porandakan untuk mencari sesuatu . Tentu perbuatan itu, tidak mungkin dilakukan oleh ibu Siti Yati, pasti orang lain.
“Itu tidak mungkin Mak yati sampai mengacak-acak barang-barangnya sendiri, dan saya tahu persis dia. Apalagi sewaktu saya bersihkan, semua barang dagangannya berupa rokok dan uang miliknya sekitar Rp 500 ribu serta perhiasannya hilang, tak ada semua, ini pasti diambil orang. Sebab dia sering mengatakan pada saya jika dia memiliki barang-barang tersebut “, tutur Put tetangga sebelah rumah .
“Waktu saya mengangkat jenazahnya di bagian kepala seperti ada bekas pukulan dan di punggung seperti ada bekas tendangan kaki seseorang, jadi ada kemungkinan mak Yati itu dibunuh oleh orang yang ingin mengambil barang-barangnya . Mungkin , karena mak Yati mengenal pelakunya, maka orang tersebut berusaha menghabisinya “, tambah Put dengan nada meyakinkan.
Pernyataan salah seorang warga yang berinisial Put tersebut, tentu bisa diterima nalar, karena jika mayat itu mati sewajarnya biasanya proses penyebaran bau busuk tidak secepat bila dibandingkan dengan mayat yang meninggal karena dalam keadaan luka. Padahal bau busuk itu sudah tercium sekitar 2 hari sebelum mayat ditemukan.
Kronologi kejadian
Sejumlah keterangan dilapangan yang berhasil dikumpulkan Tim Koresponden Lintas menjelaskan, bahwa setelah warga setempat mencium bau busuk yang semakin menyengat, maka sejumlah warga sekitar pukul 20.00 WIB minggu malam 7 mei 2017 memutuskan untuk melihat wujud yang sebenarnya dari bau tersebut lewat ventilasi dan jendela rumah Ibu Siti Yati. Warga menjadi terkejut begitu mengetahui itu bukan bau bangkai tikus, sebab semula warga mengira itu bau bangkai tikus.
Lantas salah seorang warga yang bernama Put mengabari sanak keluarga dan anak Ibu Siti yati yang berdomisili di dukuh Bandar desa Batokan kecamatan Kasiman Bojonegoro . Mendengar kabar tersebut, kontan pihak keluarga terkejut, hampir tidak percaya, sebab beberapa hari sebelum kejadian, mereka (keluarga) baik anak maupun cucu mengunjungi ibu Siti Yati dalam kondisi sehat, tidak ada tanda-tanda menunjukan sakit. Tak pelak, pihak keluarga pun langsung bergegas menuju ke tempat kejadian.
Tiga hari sebelum ditemukan jenazah Ibu Siti Yati yakni Kamis sore, dia masih aktif mengikuti jama’ah tahlil (Yasinan) di salah seorang warga setempat, habis itu dia pulang ke rumah.
Sudah menjadi kebiasaan Ibu Siti Yati jika malam jumat selalu melakukan ritual hingga larut malam mendoakan suaminya almarhum Bapak Pudjo yang sudah wafat sejak 2010, tepatnya Jumat Pon Pagi 5 Januari 2010.
Begitu pula salah seorang tetangga sebelah rumah bernama Fitri setiap Jumat pagi datang ke rumah almarhumah dengan maksud mengantar makanan. Namun kali ini dia kaget, rumah dalam keadaan tertutup dan terkunci sedang lampu diluar masih menyala padahal biasanya rumah tidak terkunci dan lampu diluar juga sudah dimatikan. Fitri pun berusaha mengetuk pintu namun tidak merespon lantas dia pun balik .
Di Sabtu pagi Fitri datang lagi dan posisi rumah masih seperti semula terkunci. Akhirnya Fitri berprasangka jika Almarhumah mungkin pergi ke Solo di tempat anaknya . Sebab sebelumnya pernah bercerita jika mau ke tempat anaknya Solo agak lama.
“Tak kira pergi ke anaknya Solo, karena pernah crita mau ikut anak nya lagi di Solo “, ujar Fitri.
“Setiap jumat pagi saya selalu dapat jatah makanan dari mak yati, makanya saya selalu ke rumahnya setiap jumat pagi”, tambah Fitri dengan nada sedih.
Akhirnya sejumlah warga bersama petugas Polisi Sektor Cepu , berusaha mengeluarkan jenazah ibu Siti Yati dengan menjebol pintu. Tubuh jenazah sudah membengkak dan kaku.
Sekitar pukul. 23.00 WIB proses penataan jenazah baru selesai . Hingga senin pagi sekitar pukul. 10.00. WIB. 8 Mei 2017 dilangsungkan pemakaman jenazah di Tempat Pemakaman Umum di dukuh Bandar Batokan Kasiman Bojonegoro, yang berdampingan dengan makam almarhum suaminya Pudjo.
Letak rumah Ibu siti yati menghadap ke utara, depan rumah pas digunakan sebagai jalan oleh warga yang mau ke sungai bengawan solo. Selain itu juga digunakan lewat oleh warga sebelah timur rumah Ibu Siti Yati.
Sebelah timur rumah Ibu Siti yati cuma ada satu rumah, sebab sebelahnya sudah Sungai Bengawan Solo. Utara rumah atau depan rumah Ibu Siti Yati adalah rumah tetangga bagian belakang, jadi tidak berhadap-hadapan dengan rumah Ibu Siti yati . Sebelah selatan berbatas tembok dengan rumah warga, sedang sebelah barat berderet rumah warga dan ada gang (jalan kecil) yang biasa dilewati Ibu Siti Yati ketika mau berjualan maupun keluar rumah. Jadi sebelah selatan , utara dan barat berdempetan dengan rumah –rumah warga.
Cuplikan Kecil Kehidupan Almarhumah
Almahumah Ibu Siti Yati berusia 74 Tahun, dia bukanlah orang yang berlimpah harta, dia hanyalah sosok perempuan tua yang kesehariannya hidup didera kekurangan. Namun meski demikian, tidaklah menjadi rintangan baginya untuk tetap berusaha menggapai kehidupan. Kondisi itu sudah dijalani sejak dan sebelum suaminya wafat. Meski di usia tua ini, dan hidup seorang diri di rumah yang sempit dan pengap, namun dia tetap gigih berjuang bekerja tanpa kenal putus asa, hanya sekedar untuk bisa mengisi tangisnya kelaparan dunia. Hanya berjualan rokok eceran di pinggir jalan, depan salah satu toko di pasar cepu, itulah yang hanya bisa dikerjakan almarhumah, hingga sore hari. Setiap selesai berjualan , semua rokok dagangannya dibawa pulang dan rak (tempat rokok) dititipkan di toko tersebut, karena pemilik toko dan karyawan toko merasa kasihan jika rak tersebut harus di bawa pulang, sebab terlalu berat.
Namun sungguh sangat memprihatinkan jika di usia senjanya masih ada orang yang tega memperlakukannya tidak manusiawi. Lagi pula almarhumah meski hidup serba kekurangan namun dia dikenal oleh warganya sebagai sosok yang sangat baik, dan tidak pernah berselisih atau berseteru apa lagi bertengkar. Hingga saat meninggalnya, banyak warga yang menaruh iba dan merasa kehilangan. Apalagi jika lantaran kematiannya faktor pembunuhan tentu pihak keluarga atau warga berharap agar pelakunya cepat terungkap. Alasan itulah yang mendorong Tim jurnalis Lintas berusaha melacak dan mencari kebenaran serta membongkar teka-teki dibalik kematian Siti Yati.
Oleh : Tim Redaksi