Suara Lintas – Perbincangan tentang Capres maupun wakilnya menjadi se- makin hangat makin hangat bahkan menjadi perdebatan pula. Kemenangan sebuah partai politik dalam percaturan pemilu legislatif tidak menjamin kandidatnya menang dalam perang perebutan kursi kepresidenan di pemilu presiden mendatang.
Berbagai permasalahan mulai muncul, dari persyaratan yang ditetapkan sampai sosok siapa yang layak diajukan oleh masing-masing partai untuk memimpin negeri ini.
Biasanya kandidat presiden diusung oleh parpolnya yang memiliki mayoritas suara dalam pemilu legislatif, atau jika ti- dak memenuhi persyaratan yang ditetap- kan, maka sejumlah parpol melakukan koalisi agar kandidatnya bisa maju untuk merebut kursi presiden.
Terjadinya koalisi antar partai karena cukup sulit mengandalkan perolehan suara yang memenuhi persyaratan pen- calonan Presiden/ Wakil Presiden. Dalam undang-undang menjelaskan bahwa cal on presiden dan wakilnya diajukan oleh partai Politik atau gabungan partai politik yang harus mendapat dukungan 20 persen kursi DPR atau 25 persen kursi suara sah yang diperoleh dalam pemilu legislatif. Pada situasi ini sangat memungkinkan jumlah calon presiden dan Wakilnya menjadi sedikit, karena hanya didominasi oleh parpol besar dan parpol yang ber koalisi.
Akibatnya, muncul gu gatan dari sejumlah pi- hak terkait soal ambang batas Pencalonan Pres- iden atau Presidential Threshold yang telah diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017 pasal 222 tentang Pemilu, “ Pasangan calon diusulkan oleh Parpol atau gabungan Parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perole- han kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari su- ara sah secara nasional pada pemilu ang- gota DPR sebelumnya”.
Kenapa terjadi gugatan? Jawabnya sederhana yakni “wajar” mengingat negeri ini negeri hukum yang menganut sistem demokrasi.
Yang perlu disadari saat ini adalah, bahwa Calon presiden dan wakilnya yang diusung partai itu diduga masih kental dengan sifat keloyalitasannya dengan par tai tersebut. Sehingga keloyalitasannya terhadap Negara dan Bangsa masih dipertanyakan, kondisi ini perlu dipahami benar oleh pemilih.
Rakyat tidak bisa lagi dibodohi. Rakyat ini sudah dapat melihat dan menganalisa, sekaligus menyimak siapa yang pantas dan berhak memimpin bangsa ini atau menduduki kursi presiden. Rakyat bisa menentukan pilihannya tanpa ada tekanan dari pihak lain . Rakyat sekarang tidak lagi percaya dengan janji dan iming-iming program yang tidak pernah ditepati.
Rakyat kini telah sadar bahwa tampilnya pemimpin yang baik, tak terlepas dari kemampuan rakyat pula dalam mencari dan memilih pemimpinnya. Rakyat kini juga faham dan cermat, siapa capres yang memiliki sifat kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, bukan kepada partainya saja. Referensi itu akan dijadikan oleh rakyat dalam mencari dan memilih sosok pemimpin, sebab rakyat sangat berharap negeri ini menjadi lebih baik dan mampu keluar dari berbagai ketidak pastian.Jika kita memilih dan memposisikan seseorang sebagai pemimpin, maka seseorang tersebut harus melaksanakan ama nah yang diembannya dari yang mempo- sisikan atau memilihnya. Sebab pemilih telah mengesahkan yang terpilih. Maka yang terpilih harus bertanggung jawab terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemilih. Bentuk pertanggungjaw aban tersebut bisa bersifat umum, diantara salah satunya adalah tidak memilih kembali dalam pemilu berikutnya jika dinilai tidak mampu menjaga yang diamanahkan bahkan menyeleweng kannya.
Tidak sampai disini saja, pemilihan bukan masalah sederhana ketika kita telah memilih calon pemimpin, maka calon tersebut setidaknya memiliki kriteria sebagai berikut. Pertama, seseorang pemimpin haruslah selalu berada dalam koridor kebenaran, atau tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma- norma hukum yang ada. Nilai-nilai ke- jujuran selalu mewarnai dalam tingkah lakunya sehari-hari. Sehingga keinginan memperkaya diri, berbuat tidak jujur tidak pernah hinggap pada diri pemimpin tersebut. Kedua, seorang pemimpin ha- rus berusaha semaksimal mungkin men- jalankan tugas-tugas kepemimpinannya. Antara perkataan dan perbuatan haruslah tepat. Ketiga, pemimpin harus berusaha menciptakan kasejukan, kebenaran dan ketentraman. Keempat, pemimpin harus cerdas, setiap kebijakan yang diputuskan berdasarkan pertimbangan yang matang sehingga berimplikasi pada kebaikan.
Pemimpin di era globalisasi ini me mang harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi, tidak hanya bersifat formal saja melainkan mencakup se- luruh aspek kehidupan. Maka tiada alasan lagi tentunya bagi pemilih, untuk tidak memilih sosok yang tidak memiliki kriteria tersebut.
Dan yang perlu diingat pula bahwa memilih pemimpin itu merupakan kewajiban agama dan ibadah kepada Alloh, maka jangan sampai kita tidak memilih .
Sejalan dengan hal terse- but diatas maka kami kutip- kan sejumlah pendapat atau pernyataan sejumlah tokoh yang beredar di beberapa media baik cetak, eletronik, media sosial dan lain- lainnya.
Fahri Hamzah
“Dalam tahapan mencari pemimpin yang apabila dia menjadi Presiden Re- publik Indonesia, dia adalah seorang yang religius mengerti agama dan intelektual besar, tapi dia adalah seorang nasionalis. Kita gak bisa lagi punya pemimpin yang gak ngerti agama”,.
Quraish Shihab
“Sebenarnya kalau seorang pemimpin berbohong maka pengikutnya yang per- cayapun terkena siksa . kenapa karena dia prcaya kebohongannya sehingga dia mengikuti. Dan jangan duga kalau anda mengikuti satu pemimpin yang anda tahu berbohong anda bebas dari tanggung jawab karena mengukuhkan seorang pe- mimpin yang anda anggap salah memberikan dia kekuatan tetap memimpin, dan kekuatan itu bersumber dari anda yang mendukungnya sehingga kebohon- gannya, kedurhakaannya anda ikut men- gukuhkan”,.
Zaenudin MZ
“Rusaknya masyarakat karena pemer- intahnya yang rusak. Sehingga muncul pemimpin-pemimpin bertringkah laku seperti singa. Bukan berdasarkan kebena- ran tetapi karena kekuatan maka sebagai akiatnya bukan melindungi rakyatnya malah memakani rakyatnya”.
BJ Habibi
“Masalah memilih pemimpin itu ma- salah akidah. Seseorang salah memilih pemimpin dia akan menyesal selama – la- manya di dunia dan di akherat. Kalau per- soalan akhidah harus menurut Al-qu’an , Al-Qur’an ayat 167 surat Al-Baqarah”, .
“Jauhkan dari pemimpin yang khianat yang memberikan janjijanji palsu dan ha- rapan-harapan kosong, yang kekuasaan- nya bukan untuk memajukan dan melind- ungi rakyat”,.
Hazim Muzadi
“Pemimpin yang tidak pernah ingat kepada yang milih dan pemimpin yang tidak sombong kepada rakyatnya”